Author: dpppaprovntt

  • Social immersion adalah sebuah proses pembelajaran yang melibatkan mahasiswa/i dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat secara langsung

    Social immersion adalah sebuah proses pembelajaran yang melibatkan mahasiswa/i dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat secara langsung

    Anak adalah harapan masa depan bangsa. Anaklah yang kelak menjadi pemimpin. Sudah sepantasnya kita siapkan anak-anak menjadi generasi yang sehat dan berkarakter unggul, agar kelak mewarisi negeri dan daerah ini, mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, sejahtera dan berkelanjutan. Stop kekerasan terhadap anak

    Komitmen untuk memutuskan mata rantai tindak kekerasan dalam bentuk apapun salah satunya kekerasan seksual yang korbannya adalah anak dan perempuan terus dilakukan dengan upaya dan usaha yang dapat berperan penting sebagai upaya pencegahan dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Korban dan pelaku bisa dari siapa saja, oleh karena itu upaya preventif sangatlah diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya melakukan upaya perlindungan kepada anak dan perempuan dari berbagai bentuk kekerasan.

    Demikian terungkap pada pertemuan antara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ruth Diana Laiskodat, S. Si, Apt., MM dengan Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) DP3AP2KB Provinsi NTT, France Abednego Tiran, Rabu, 10 Juli 2024, di ruang kerja Kadis P3AP2KB Provinsi NTT. Pertemuan tersebut sengaja dilaksanakan sebelum menyambut Tim Mahasiswa/wi Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta (STFTJ) Jakarta dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta yang tengah melakukan penelitian Social immersion, di Rumah Harapan GMIT.

    Social immersion adalah sebuah proses pembelajaran yang melibatkan mahasiswa/i dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat secara langsung. Melalui social immersion, mahasiswa/i diharapkan dapat memahami realitas sosial dan budaya di masyarakat, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat pada Rumah Harapan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT).

    Rumah Harapan GMIT adalah sebuah lembaga dibawah naungan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak. Salah satu tugas yang dilaksanakan oleh  Rumah Harapan adalah pencegahan dan penanganan kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di NTT.  Rumah Harapan menyediakan berbagai layanan seperti pendampingan psikologis, bantuan hukum, dan advokasi bagi korban KBG.

    Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi NTT menyambuat baik rencana tersebut dan bersedia untuk mendukung hasil akhir dari social immersion dengan menghasilkan sebuah film edukatif yang mengangkat isu KBG di NTT, dimana dari film itu menceritakan tentang kekerasan seksual terhadap anak, dimana pelakunya adalah tokoh agama. Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi NTT bersedia menyampaikan pernyataan kampanye edukatif untuk mendorong semua pihak dan masyarakat terus berjuang melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dimana pernyataan Kadis P3AP2KB Provinis NTT akan ditayangkan dalam film tersebut.

    Setiap kita terpanggil untuk bersama pemerintah dan semua pemangku kepentingan melakukan berbagai upaya preventif melawan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Perempuan dan Anak sebagai kaum rentan, sudah selayaknya mendapat perlindungan.

    Turut hadir pada kesempatan tersebut mahasiswa magang Semester VII Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang, Petronela M. E. Ngama.

    Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Keluarga Berkualitas, NTT Sejahtera, Indonesia Maju

    Salam BERLIAN – Bersama Lindungi Anak

    #kemenpppaRI
    #deputibidangperlindungankhususanak
    #deputiperlindunganperempuan
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #bidangperlindungankhususanak
    #rumahharapanGMIT
    #kekerasanberbasisgender
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T
  • Kita semua perlu waspada dan harus bisa memutus mata rantai Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

    Kita semua perlu waspada dan harus bisa memutus mata rantai Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

    Teguhkan komitmen, nyatakan Stop Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Ini bukan sekedar pemanis di bibir, tapi harus nampak dalam aksi nyata, wujudkan Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI). Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Keluarga Berkualitas, NTT Sejahtera dan Indonesia Maju.

    Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, harus dimulai dari sekarang dan dimulai dari diri sendiri, dengan memberi ruang seluas-luasnya bagi pengembangan setiap potensi dalam diri setiap perempuan sebagai peningkatan kapasitas dan kompetensi perempuan itu sendiri. Jangan lupa, Tingkatkan terus upaya perlindungan anak agar mimpi Generasi Emas Indonesia, bisa menyata buka sekedar slogan pemanis di bibir semata. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan terus kerja bersama kita semua dalam semangat kolaborasi dan sinergitas efektif.

    Demikian yang terungkap saat Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, Dr. Nikolaus N. Kewuan, S. Kep, Ns, MPH dan Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak, France Abednego Tiran, pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (PKA), Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, menerima kunjungan dari dr. Edwin Tambunan, Sp. FM yang adalah Spesialisasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal pada Rumah Sakit Umum (RSUD) Prof. DR. W. Z Johannes Kupang, Senin, 8 Juli 2024.

    Dalam diskusi di Ruang Kerja Kepala Bidang Perlindungan Perempuan  DP3AP2KB Provinsi NTT, terjalin suasana keakraban untuk saling menunjang tupoksi dari masing-masing pemangku kepentingan, agar angka kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perdagangan orang dapat ditekan.

    Sesuai data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menunjukkan trend peningkatan. Namun disadari juga bahwa masih banyak masyarakat yang enggan dan malu untuk melapor kasus kekerasan. Dengan data juga, sebenarnya masyarakat harus makin sadar untuk wajib melapor kepada pihak berwajib ataupun melalui callcenter SAPA 129 terhadap berbagai bentuk kasus kekerasan perempuan dan anak.

    Dengan data, kita semua perlu waspada dan harus bisa memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penting untuk dapat meningkatkan upaya pencegahan yang makin masif. Manakala kita cerdas membaca data kekerasan terhadap perempuan dan anak dan juga data terkait perdagangan orang, maka ini menjadi rujukan sangat berarti, serta berpengaruh juga dalam meningkatkan peran forensik untuk menangani kekerasan terhadap perempuan, anak dan perdagangan orang, serta berbagai upaya preventif untuk mengatasinya.

    Kalau bukan kita siapa lagi, dan kalau bukan sekarang mau kapan lagi. Inilah waktunya untuk melawan setiap bentuk aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    Stop kekerasan terhadap perempuan dan anak. Stop Perdagangan orang!

    #kemenpppaRI
    #deputipemberdayaanperempuan
    #deputiperlindunganperempuan
    #deputipemenuhanhakanak
    #deputiperlindungankhususanak
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #anakperludilindungi
    #nttsejahtera
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T
  • Menerima Mahasiswa Semester VII Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang | Kabid PKA

    Menerima Mahasiswa Semester VII Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang | Kabid PKA

    Tantangan dan Peluang, langkah awal yang penuh antusiasme untuk berproses dalam mengasah keterampilan yang dimiliki dalam diri seseorang. Milikilah semangat untuk terus maju wujudkan cita-cita menggapai Indonesia Emas

    “Tekun bekerja, tempa diri, milikilah daya juang yang tinggi untuk siap menjadi generasi cerdas dan berkarakter. Bentuklah mental untuk siap diproses selama proses magang ini, agar kuat menghadapi tantangan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki.  Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak, France Abedengo Tiran, Dinas Pemberdayaaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, saat menerima mahasiswa Semester VII Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang, Petronela M. E. Ngama, pada Selasa, 9 Juli 2024. 

    Petronela Ngama akan memulai magang selama satu bulan penuh, terhitung mulai 9 Juli 2024 sampai dengan 9 Agustus 2024 di DP3AP2KB Provinsi NTT bersama sembilan orang mahasiswa lainnya dari Program Studi Kesehatan Masyarakat FKM Undana Kupang. Program magang ini dilaksanakan sebagai media pembelajaran dan mendapatkan pengalaman bekerja pada instansi pemerintahan, sekaligus ajang bagi para mahasiswa-mahasiswi magang untuk beradaptasi dengan dunia kerja pemerintahan, sehingga brdampak pada penyiapan diri untuk membangun masa depan.

     Milikilah komitmen dalam bekerja sungguh-sungguh disertai disiplin yang tinggi, agar cita -cita menjadi manusia yang berkarakter berlandaskan nilai-nilai Pancasila dapat terwujud di masa yang akan datang. Prestasi akademik harus dapat terimplementasi melalui karya nyata, dengan semangat bekerja bersama. Hasil tidak akan mengkhinati proses yang akan dilalui.

    Hadir pada kesempatan tersebut Analis Kebijakan Ahli Muda, Japlina A. Lay dan Apriani D. Lay selaku Pengadministasi Persuratan Bidang PKA DP3AP2KB Provinsi NTT.

    Tetap semangat dalam bekerja dengan sprit kolaborasi dan sinergi hebat.

    Salam BERLIAN – Bersama Lindungi Anak

    #kemenpppaRI
    #deputibidangperlindungankhususanak
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #bidangperlindungankhususanak
    #undana
    #fakultaskesehatanmasyarakat
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T
  • Koordinasi Sinkronisasi Program Kegiatan Dengan DP3A Kabupaten Manggarai

    Koordinasi Sinkronisasi Program Kegiatan Dengan DP3A Kabupaten Manggarai

    Kupang DP3AP2KP |Teguhkan komitmen dalam semangat kolaborasi wujudkan Perempuan yang makin berdaya dan Anak yang Terlindungi mencapai Generasi Emas Indonesia. Satu langkah awal penuh semangat dan dedikasi akan menentukan 1000 langkah maju kedepan. Bersama kita bisa.

    “Jika kita bekerja sendiri, maka beban itu akan terasa berat. Tapi jika kerja bersama dengan penuh semangat bergerak untuk maju bersama, maka dipastikan beban itu terasa ringan, karena sama dipikul untuk dinikmati hasil gilang-gemilang bersama dengan gembira. Sudah saatnya kita lepaskan semua ego, demi melihat kepentingan yang lebih besar, mari beri perhatian yang lebih besar untuk pembangunan perempuan dan anak, karena mereka juga harus menjadi subyek pembangunan dalam semangat kesetaraan.

    Perkuat komitmen untuk bisa memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tingkatkan kualitas kapasitas kaum perempuan, upayakan perlindungan yang makin tinggi untuk anak – anak karena merekalah pemilik masa depan bangsa dan daerah ini. Laksanakan semua program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan penuh tanggung jawab, maka kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) tidak sekedar pemanis di bibir saja, tapi makin menyata dalam praktik kehidupan berbangsa menuju ndonesia yang maju, adil, dan sejahtera.

    Upayakan terus aksi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin berkualitas, dengan terus menyadarkan masyarakat menjadi sahabat DP3AP2KB yang memiliki komitmen menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sadarkan setiap orang bahwa kekerasan hanya akan mematikan masa depan Generasi Emas Indonesia.

    Kedepan upaya kerjasama dan saling berkoordinasi sangat dibutuhkan sebagai bagian terpenting dari kampanye bersama untuk mengatakan STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK.

    Demikian yang terungkap saat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara, diwakili oleh Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) DP3AP2KB Provinsi NTT, France Abednego Tiran, SS menerima Susana Surya Sukut, S. Kep. Ns selaku Kepala Bidang Perlindungan Anak dan  Gantir  E. Elisabeth, SP selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Manggarai, dalam rangka sinkronisasi program kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan terhapa perempuan dan anak, pada Rabu, 3 Juni 2024, di Ruang Kerja Kepala Bidang PKA DP3AP2KB Provinsi NTT.

    BERSAMA KITA BISA.

    Salam BERLIAN – BERSAMA LINDUNGI ANAK

    #kemenpppaRI
    #deputipemenuhanhakanak
    #deputiperlindunganperempuan
    #deputipemunuhanhakanak
    #deputiperlindungankhususanak
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #anakperludilindungi
    #perempuanberdaya
    #perempuanperludilindungi
    #nttsejahtera
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T

  • Kadis P3AP2KB Provinsi NTT menerima kunjungan Plt. Kepala Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

    Kadis P3AP2KB Provinsi NTT menerima kunjungan Plt. Kepala Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

    Sikap hati positif memiliki Pengharapan yang penuh tentang masa depan yang lebih baik dari pada masa kini. Biasakanlah memiliki visi, karena visi menjadi peta hidup kita. Visi membuat hidup kita terencana dan terarah. Visi juga mampu memberikan kekuatan motivasi dari dalam diri untuk mengarahkan pandangan ke depan. Dan untuk mewujudkan visi, sangtlah diperlukan komunikasi dan koordinasi disertai komitmen untuk bekerja keras.

    Demikian harapan yang terbersit dan diyakini dapat terwujud kedepan, saat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ruth Diana Laiskodat, S. Si, Apt., M.M menerima kunjungan dalam rangka perkenalan sekaligus menjalin siltaruhmi dengan Plt. Kepala Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) NTT, dengan Wilayah kerja NTT, NTB dan Bali, Abadi Yanto, S.H., M.H., didampingi oleh Riani Anggraeni, S.Hum., selaku Perencana Pertama, Biro Umum dan Kepegawaian LPSK Jakarta, dan Sri Wiji Astuti, S.E., selaku Perencana Pertama, Biro Umum dan Kepegawaian LPSK Jakarta, beserta Yogi Bayu Aji, S.Sos., Arief Noor Aisyah, S.A.P., dan Rahmat Hidayat, S.E., ketiganya selaku Penelaah Teknis Kebijakan, Biro Umum dan Kepegawaian LPSK Jakarta, pada Kamis, 27 Juni 2024, di Ruang Kerja Kadis P3AP2KB Provinsi NTT.

    Seperti diketahui bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK merupakan lembaga negara yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan memberikan perlindungan dan pengamanan bagi saksi dan korban tindak pidana, khususnya korban kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dan anak yang menjadi korban.

    LPSK adalah institusi pemerintah yang memiliki wewenang dan tugas untuk memberikan perlindungan serta hak-hak lain kepada para saksi dan/atau korban, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.

    Para anggota LPSK merupakan individu yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta bertanggung jawab dalam bidang perlindungan saksi dan korban.

    LPSK memiliki tanggung jawab yang sesuai dengan namanya dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban tindak pidana. Untuk melaksanakan tugas tersebut, LPSK memiliki kewenangan antara lain meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pemohon dan pihak lain yang terkait permohonan, menelaah keterangan, surat, dan/atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan, meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum, mengelola Rumah Aman, melakukan pengamanan dan pengawalan, melakukan pendampingan kepada Saksi dan/atau Korban dalam proses peradilan, dan melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian Kompensasi dan Restitusi.

    Peran dan tugas dari LPSK tersebut diuraikan oleh Plt. Kepala Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) NTT, dengan Wilayah kerja NTT, NTB dan Bali, Abadi Yanto, S.H., M.H, kepada  Kadis P3AP2KB Provinsi NTT didampingi oleh Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA), France Abednego Tiran, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Saleha H. Wongso, SE,. M. M, dan  Margaritha H. Mauweni, ST, MM, CGAA,, C.MED selaku Kepala Seksi Tindak Lanjut pada UPTD PPA DP3AP2KB Provinsi NTT.

    “Disyukuri bahwa NTT telah ditetapkan menjadi pusat operasional wilayah kerja Perwakilan LPSK NTT yang meliputi Provinsi NTT, NTB dan Bali, setelah kami dilantik menjadi Pelaksana Tugas sesuai dengan Surat Keputusan yang ditandatangi oleh Sekretaris Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dimana SK tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Mei 2024. Tugas ini harus kami laksanakan dengan penuh tanggung jawab, dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi LPSK di daerah tersebut ”, ungkap Abadi Yanto yang juga masih menjabat sebagai Arsiparis Ahli Madya pada LPSK Pusat.

    Menurut Abadi Yanto,  Perwakilan LPSK NTT juga dibentuk sesuai dengan surat persetujuan dari Kementerian PAN dan RB terkait Usulan Pembentukan Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di Daerah, tanggal 13 September 2024, dimana Abadi Yanto sebagai Plt. Kepala Perwakilan LPSK NTT, sangat berharap akan terjalin kerja sama yang harmonis dengan Dinas P3AP2KB Provinsi NTT, dan juga instansi pemerintahan lainnya dan lembaga penegak hukum di NTT agar memberikan upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban dari berbagai tindak kekerasan yang menimpa anak-anak dan juga kaum rentan lainnya.

    “Karena kami merupakan lembaga yang baru mempunyai wilayah operasional kerja di NTT, maka tentunya upaya-upaya sosialisasi tentang tupoksi dari LPSK sangat diperlukan. Kami berharap dapat melaksanakan koordinasi dan komunikasi berkelanjutan dengan DP3AP2KB Provinsi NTT agar kerja-kerja kolaborasi kita ke depan semakin efektif dan berdampak bagi masyarakat, apalagi kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di NTT cenderung mengalami kenaikan. Mari kita jalin kolaborasi dan sinergitas yang humanis agar kerja kita semakin memberikan dampak dari kehadiran kita semua untuk melayani masyarakat. Kita akan berusaha menjadi sahabat bagi masyarakat tentunya”, harap Abadi Yanto.

    Lebih jauh Abadi Yanto juga mengatakan bahwa kedepan diperlukan komunikasi dengan pemerintah kota dan kabupaten se NTT, dengan memperkuat jaringan dengan instansi pemerintah setempat, dan diharapkan adanya dukungan dari DP3AP2KB Provinsi NTT.

    “Tentunya kami sebagai Pemerintah Provinsi NTT, saya selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, kami sangat berterimakasih, bahwa dengan adanya perwakilan LPSK di NTT, maka tentunya atensi kita untuk menekan terjadinya berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya yang menjadi korban dan saksi akan lebih baik hasilnya, dengan memenuhi hak dan perlindungan bagi korban dan saksi khususnya bagi perempuan dan anak. Jalinan kerjasama yang kolaboratif juga menjadi harapan kita, agar visi kita bahwa perempuan berdaya, anak terlindungi, keluarga berkualitas dan NTT sejahtera akan terwujud dalam kerja bersama kita”, sambut Ruth Diana Laiskodat, S. Si., Apt., M. M. dengan wajah senyum.

    Mantan Kadis Kesehatan dan Dukcapil Provinsi NTT ini juga mengatakan bahwa untuk upaya sosialiasi sebagai upaya edukasi preventif terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka DP3AP2KB Provinsi NTT, siap bekerja sama melalui program DP3AP2KB Goes to School and Campus dan juga program inovatif lannya.

    “Yang jelas masalah dengan hadirnya LPSK di NTT, NTB dan Bali, maka kerjasama kita akan jalin terus agar kita bisa memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak”, pungkas Ruth Laiskodat.

    Dalam kunjungan perdana ke DP3AP2KB Provinsi NTT ini juga, Plt. Kepala Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) NTT, dengan Wilayah kerja NTT, NTB dan Bali, Abadi Yanto, S.H., M.H beserta rombongan berkenan melihat secara langsung lantai dua gedung Kantor Gubernur NTT yang terletak di Jalan Raya Basuki Rachmat Nomor 1 Kelurahan Naikolan Kupang, sebagai Kantor Perwakilan LPSK NTT, seusai naskah Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Provinsi NTT dengan LPSK RI tentang : Pinjam Pakai Ruangan pada Bangunan Gedung Milik Pemerintah Provinsi NTT sebagai Kantor LPSK di Kota Kupang Provinsi NTT, dimana naskah perjanjian tersebut telah ditandatangani 21 Maret 2022.

    Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Keluarga Berkualitas, NTT Sejahtera dan Indonesia Maju.

    Salam BERLIAN – BERSAMA LINDUNGI ANAK

    #kemenpppaRI
    #lpskri
    #deputipemenuhanhakanak
    #deputiperlindungankhususanak
    #lpskwilayahntt,ntb,bali
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #anakperludilindungi
    #stopkekerasanterhadapperempuan
    #stopkekerasanterhadapanak
    #nttsejahtera
    #mc-FAT

  • Gerakan Kembali Bersekolah untuk semua Anak Tidak Sekolah (ATS) di NTT (GEMBALA)

    Gerakan Kembali Bersekolah untuk semua Anak Tidak Sekolah (ATS) di NTT (GEMBALA)

    Ayo bergerak cepat, siapkan generasi cerdas dan berkarakter unggul. Sukseskan GEMBALA, Gerakan Kembali Bersekolah untuk semua Anak Tidak Sekolah (ATS) di NTT. Gerak Cepat Wujudkan Generasi Emas Indonesia.

    Pendidikan adalah pilar utama dalam pembangunan suatu negara dan kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah adalah memastikan akses pendidikan yang merata bagi seluruh penduduk, tanpa memandang latar belakang ekonomi, geografis, atau sosial.

    Dalam hal ini, pemerintah perlu  mengatasi Kesenjangan Wilayah  (Memastikan bahwa pendidikan berkualitas tersedia di semua daerah, termasuk daerah pedesaan dan terpencil. Dan juga memberikan bantuan keuangan atau beasiswa kepada keluarga yang kurang mampu untuk mengakses pendidikan tinggi.

    Gerakan kembali bersekolah  sudah dicanangkan oleh Penjabat Gubernur NTT pada tanggal 2 Mei 2024 pada Hari Pendidikan Nasional, diperlukan sebuah regulasi untuk mempercepat pencegahan dan penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di NTT.

    “Pemerintah Republik Indonesia melalui Strategi Nasional (Stranas 2020) telah mengeluarkan panduan untuk para pemangku kepentingan, lintas Kementerian/ lembaga dan sektor antar jenjang pemerintahan ( pusat daerah ) untuk penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS). Penanganan ATS merupakan startegi untuk mendukung indikator tingkat partisipasi pendidikan yang diamanatkan dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan. Tim lintas sektor yang terdiri dari OPD terkait isu ATS yang dikoordinir oleh Bapperida menyusun sebuah draft Peraturan Gubernur yang menjadi pedoman percepatan penanganan ATS di NTT”.

    Hal ini tersebut diungkapkan oleh Kabid pada Bapperida Provinsi NTT pada kegiatan Rapat Penyusunan Draft Pergub NTT tentang Pedoman Percepatan Pencegahan dan Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Provinsi NTT.

    Kepala DP3AP2KB Provinsi NTT, diwakili oleh Analis Kebijakan pada Bidang Perlindungan Khusus Anak, Japlina  E  B Lay, SH, menghadiri kegiatan tersebut bersama 15 orang peserta lainnya yang merupakan perwakilan ASN dari OPD terkait lainnya, diantaranya : Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Bapperida Provinsi NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Dinas Sosial Provinsi NTT, Dinas Pemberdayaa Masyarakat Desa Provinsi NTT, Balai Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi NTT, Balai Guru Penggerak Proviinsi NTT, PKBM dan CIS Timor.

    Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun final draft Pergub NTT tentang Pedoman Percepatan Pencegahan dan Penanganan Anak tidak sekolah di Provinsi NTT.

    Bersama, kita pastikan Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak.

    Salam BERLIAN – BERSAMA LINDUNGI ANAK

    #kemenpppaRI
    #deputiperlindungankhususanak
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #cistimor
    #unicefnttntb
    #penuhihakanak
    #menujuindonesiaemas
    #DH_E5L
  • Cegah Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba – Memperingati Hari Anti Narkotika Internasional

    Cegah Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba – Memperingati Hari Anti Narkotika Internasional

    Masyarakat Bergerak Bersama Melawan Narkoba Mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba (BERSINAR) Hidup Sehat dan Bahagia Tanpa Narkoba

    Satukan tekad teguhkan komitmen perangi peredaran gelap narkotika, lindungi Generasi Muda dari Bahaya Narkoba. Lawan Peredarannya, Cegah Penyalahgunaannya, Kerja Bersama Sukseskan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), Wujudkan masa depan Generasi Emas Indonesia yang BERSINAR (Bebas Narkoba).    

    Demikian pesan yang tersimpul pada Acara Puncak Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2024, dengan tema : The Evidence is Clear : Invest in Prevention, Masyarakat Bergerak Bersama Melawan Narkoba Mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba (BERSINAR), dimana Badan Nasional Narkotika (BNN) Provinsi Nusa Tenggara Timur melaksanakannya secara hybrid, yang dipusatkan di Ruang Padar, Hotel Harper Kota Kupang (26/6). Acara tersebut juga dirangkai dengan Rapat Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) melalui Pengembangan dan Pembinaan Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

    Adapun peserta yang diundang mengikuti kegiatan tersebut diantaranya, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi (Forkopimda) NTT : Komandan Lantamal VII Kupang diwakili oleh Dantim Intel : Mayor Laut (KH) Budi Purwoto, Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi NTT, diwakili oleh : Mohamad Ridosan S,H selaku Asisten Tindak Pidana Umum, Komandan Korem 161 Wirasakti Kupang, diwakili oleh Kepala Bagian Hukum : Benny Lasbaun, Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, diwakili Hakim Tinggi, Dewa Ketut Kartana, S.H., M.H, Pimpinan Perguruan Tinggi :  Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, diwakili oleh Wakil Rektor III : Drs. Rodriques Servatius, M.Si, Rektor Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, diwakili oleh Dekan Fakultas Hukum : Dr. Yanto Ekon, Rektor Universitas Citra Bangsa diwakili oleh Dekan Fakultas Kesehatan : Dr. Sakti Oktaria Batubara, S.Kep.,Ns.,M.Kep, Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang, diwakili oleh Muhammad Tamrin, M.Pdl selaku Sekretaris LPPPM Universitas Muhammadyah, Pimpinan Perangkat Daerah Lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, diantaranya : Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Viktor Manek, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTT, diwakili oleh Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA), France Abednego Tiran, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi NTT, diwakili oleh Sekretaris Badan Kesbangpol, Regina Manbait, perwakilan Pimpinan Media Cetak, Media Elektronik dan Media Online.

    Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia sudah pada tingkat yang memprihatinkan dan telah menimbulkan banyak korban anak bangsa yang mati sia-sia. Hal ini tidak lepas dari pengaruh perkembangan global dan merupakan kejahatan yang dilakukan secara terorganisir, tanpa batas (global) dan sudah multi etnis (melibatkan berbagai suku bangsa) serta merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Oleh karena itu upaya penanganannya pun harus dilakukan secara komprehensif, dengan cara-cara luar biasa pula dengan mengedepankan prinsip “common and shared responsibility”, dengan melibatkan seluruh kekuatan yang dimiliki di tiap wilayah mulai dari wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga ke Desa/Kelurahan. Penanganan permasalahan narkoba di daerah dapat diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi terhadap berbagai ancaman kejahatan narkoba yang mencakup aspek manusia, infrastruktur, manajemen, kelembagaan, dan kebijakan daerah yang secara keseluruhan merupakan bagian inti atau substansi dari arah pembangunan kota.

    “Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) merupakan bentuk keprihatinan dunia terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika sebagai salah satu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang berdampak buruk terhadap kesehatan, perkembangan sosial ekonomi, serta menjadi tantangan negara-negara di seluruh dunia”, demikian disampaikan oleh Plh. Kepala BNN Provinsi NTT, Alexander S. Soeki, S.Sos, M. M.

    Sebelum kegiatan Peringatan HANI Tahun 2024 dilaksanakan secara daring, karena puncak peringatan HANI Tahun 2024 dipusatkan di Pekan Baru, Provinsi Riau, dimana semua daerah dapat mengikutinya secara virtual, maka khusus untuk NTT, kegiatan peringatan HANI dilaksanakan dengan mendengarkan sambutan dari Plh. Kepala BNN Provinsi NTT dan paparan materi oleh Lia Novika Ulya, S.KM/Koordinator Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) BNN Provinsi NTT dalam Rakor program P4GN untuk mewujudkan Kab/Kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN).

    Lebih jauh Alexander Soeki menambahkan bahwa saat ini prevalensi penyalahguna narkoba di tingkat nasional berdasarkan hasil penelitian BNN RI bekerjasama dengan BRIN dan BPS yaitu sebesar 1,73% atau setara dengan 3,3 juta jiwa penduduk usia 15-64 tahun sedangkan angka prevalensi penyalahguna narkoba di Provinsi NTT sebesar 0,1 % atau diperkirakan sebanyak 4.875 orang.

    “Dibutuhkan peran serta seluruh stakeholder terkait dalam upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) untuk mewujudkan Indonesia bersih narkoba, salah satunya melalui upaya mewujudkan kabupaten/kota tanggap ancaman narkoba (KOTAN)”, harap Soeki.

    BNN Provinsi NTT yang berfungsi sebagai fasilitator dan koordinator wilayah dalam pelaksanaan kebijakan KOTAN di Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan sosialisasi, konsolidasi, dan sinkronisasi kebijakan KOTAN kepada stakeholder terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

    Untuk mendorong terwujudnya Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkoba tersebut, diperlukan intervensi program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan seluruh komponen stakeholder di lingkungan pemerintah, swasta, pendidikan dan lingkungan masyarakat melalui serangkaian kegiatan pembangunan berwawasan anti narkoba diantaranya rapat koordinasi bersama stakeholder untuk menentukan sasaran, pembentukan penggiat P4GN, asistensi pembangunan KOTAN, dan sinkonisasi program dan kebijakan KOTAN untuk memperkuat ketahanan keluarga, masyarakat, wilayah, lembaga, serta ketahanan hukum di Kabupaten/Kota. BNNP NTT mempunyai tanggungjawab untuk melakukan pembinaan pada level pemangku kepentingan tingkat Provinsi, melakukan pembinaan teknis kepada BNNK Jajaran, dan mengintervensi salah satu Kabupaten/Kota di luar wilayah BNNK dalam mendorong perwujudan KOTAN.

    Tujuan dilaksanakannya Rakor tersebut adalah untuk Membangun koordinasi, sinergi, kerjasama, dan memberikan panduan teknis kepada stakeholder terkait Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba untuk mendorong pelaksanaan Kebijakan KOTAN.

    Dalam Rapat Koordinasi Perwujudan Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkotika, Koordinator Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) BNN Provinsi NTT, Lia Novika Ulya, S.K.M, menyampaikan bahwa merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN Tahun 2020-2024, hadir dalam rangka menjawab tantangan terhadap penyalahgunaan narkoba melalui rencana aksi yang terintegrasi ke seluruh instansi, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.

    “Melalui Inpres tersebut, semua pemangku kepentingan dituntut untuk bersinergi dan bersatu padu dalam program P4GN untuk mewujudkan Kab/Kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN). Desain besar kebijakan KOTAN adalah dengan mendorong dan menumbuhkan kesadaran Kabupaten/Kota untuk menggerakkan seluruh komponen masyarakat dalam P4GN”, urai Lia Ulya.

    Lebih jauh Lia Ulya mengatakan bahwa Inpres untuk penguatan Program P4GN, Presiden menginstruksikan seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dg mengikutsertakan peran serta masyarakat dan pelaku usaha utk berkolaborasi dan bersinergi memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika (P4GN).

    “Kebijakan dan Strategi mewujudkan KOTAN merupakan upaya pengayaan orientasi pada 4 Pilar Visi Indonesia 2045, Pilar 1 “Pembangunan Manusia serta Penguasaan IPTEK”, dengan Ruang Lingkup Mencakup aspek Manusia, Manajemen, Infrastruktur, Kelembagaan dan Kebijakan Daerah relevansi Pembangunan KOTAN mewajibkan suatu kondisi utk menciptakan keamanan masyarakat terhadap ancaman dan bahaya penyalahgunaan dan peredaran narkoba”, ungkap Lia Ulya.

    Sementara pada saat  acara Peringatan HANI Tahun 2024, yang diikuti oleh semua undangan secara virtual dari Hotel Harper, disampaiakn oleh KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL RI KOMJEN POL. Marthinus Hukom, S.I.K., M.Si, bahwa  tema nasional hani tahun 2024 adalah “Masyarakat bergerak bersama melawan narkoba mewujudkan indonesia bersinar”. Tema ini merupakan gambaran komitmen bersama seluruh bangsa indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang bersih dari narkotika melalui pendekatan demand reduction maupun supply reduction.

    “3 Kejahatan narkotika adalah kejahatan yang merupakan ancaman nyata bagi generasi bangsa. berdasarkan hasil survei prevalensi penyalahgunaan narkoba, angka prevalensi tahun 2023 adalah 1,73% atau setara dengan 3,33 juta penduduk yang terpapar narkotika, dimana kelompok umur 15 sampai dengan 24 tahun mengalami peningkatan paling signifikan untuk kategori setahun pakai maupun pernah pakai. kondisi tersebut tentunya perlu menjadi perhatian kita bersama mengingat kelompok umur ini masuk kedalam kategori usia produktif sebagai motor penggerak pembangunan. hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap keberlanjutan pembangunan, apabila tidak ditanggulangi secara sungguh-sungguh”, jelas marthinus hukom.

    Hukom juga menyampaikan harapannya bahwa untuk dapat menikmati anugerah bonus demografi pada tahun 2035 dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai 69% akan tidak berarti apabila tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik. Disisi lain indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geografis berada pada jalur lalu lintas perdagangan laut dunia dengan garis pantai yang sangat panjang mencapai 108 km, menjadi salah satu penyebab potensi peluang masuknya narkoba dari luar indonesia seperti dari wilayah golden triangle, segitiga emas (myanmar, laos, thailand), golden crescent, bulan sabit emas, (iran, afganistan, pakistan) dan golden peacock, burung merak emas, (kolombia, peru, bolivia). masuknya narkoba tersebut melalui 4 selat malaka, samudera hindia, perairan kalimantan dan perbatasan-perbatasan darat dengan negara tetangga. disamping itu kondisi demografi indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta orang, merupakan pasar yang menarik bagi jaringan peredaran gelap narkotika untuk beroperasi di wilayah indonesia.

    Martinus menyampaikan bahwa sejalan dengan tema hari international, BNN dalam membuat arah kebijakan strategis ke depan akan mendasarkan pada data yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan praktis. salah satu acuan yang digunakan adalah survey prevalensi sebagai dasar untuk menentukan arah 5 kebijakan yang akan dilakukan dengan pendekatan evidence based policy.

    Tingginya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba pada generasi muda diantisipasi dengan pelaksanaan program kegiatan pencegahan yang ditujukan untuk penguatan ketahanan diri remaja dan ketahanan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. sejak tahun 2021 sampai dengan mei 2024 telah terbentuk 1.386 (seribu, tiga ratus delapann puluh enam) desa bersinar. program desa bersinar merupakan integrasi kegiatan dari kedeputian pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi dan pemberantasan. untuk mendorong pelaksanaan ketahanan diri remaja sejak tahun 2021 sampai dengan akhir tahun 2023, telah dilakukan pelatihan remaja teman sebaya anti narkoba terhadap 5.190 (lima ribu, seratus sembilan puluh) orang dan telah dilakukan pelatihan soft skill kepada para siswa smp dan smu sederajat sebanyak 102 orang.

    Untuk mencegah eskalasi permasalahan narkoba khususnya pada kawasan rawan, BNN melakukan intervensi terhadap masyarakat pada kawasan tersebut. sejak tahun 2021 hingga bulan mei tahun 2024 telah dilakukan bimtek life skill sebanyak 250 kegiatan dengan peserta sebanyak 5.513 (lima ribu, lima ratus tiga belas) orang.

    “Masalah narkoba adalah masalah bersama BNN tidak dapat bekerja sendirian, sejalan dengan tema hani tahun 2024 untuk bergerak bersama melawan narkoba, BNN telah membangun kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi dan pemberantasan” pungkas Mathinus Hukom.

    Semua peserta peringatan HANI 2024 tampak antusias mengikuti semua rangkaian secara daring, dimana disajikan pula rangkaian acara hiburan bernuansa edukatif untuk mengajak setiap anak bangsa serius dalam melaksanakan P4GN.

    Adapun rangkaian acara peringatan HANI 2024 diselingi dengan Penayangan Video Statement Para Menteri, Kapolri, Panglima TNI, Pemberian Penghargaan Peran Aktif Pelaksanaan P4GN , Penayangan Video Statement Duta Besar dan Pagelaran Seni Peringatan HANI 2024, yang pada intinya mengajak semau pemangku kepentingan terus berjuang melawan bahaya peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

    Ciptakan Masa Depan Cerah yang Bebas dari Narkoba, dimana Generasi Muda Dapat Berkarya dan Menjadi Penerus Bangsa yang Tangguh. Ingatlah! Narkoba Bukan Solusi, Ia Hanyalah Sebuah Ilusi Penghancur Masa Depan!”

    Mari Perangi Narkoba, mulai dari diri sendiri, Jangan lengah, semua kita perlu waspada. Narkoba mengancam masa depan Generasi Indonesia. Cegah Narkoba agar Generasi Indonesia BERSINAR

    Salam BERLIAN – BERSAMA LINDUNGI ANAK untuk Anak BERSINAR – BERSIH NARKOBA

    #kemenpppaRI
    #deputiperlindungankhususanak
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #BNN
    #BNNprovinsintt
    #anakperludilindungi
    #anakbersihnarkoba
    #bersinar
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T
  • Perempuan dan Anak, Layakkah mendapat kekerasan?

    Perempuan dan Anak, Layakkah mendapat kekerasan?

    “Kepolosan seorang Anak  dan keberadaan seorang Perempuan bukanlah peluang bagi siapapun untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap mereka. Mari jadikan dunia tempat yang aman dan nyaman bagi kaum perempuan dan anak-anak, untuk bisa berekspresi dan menata hidup mereka menjadi lebih baik lagi. Stop kekerasan terhadap perempuan dan anak, hargailah marwah mereka sebagai manusia ciptaan Tuhan”

    Perempuan dan anak merupakan kaum rentan, sudah seharusnya mendapat perlakuan yang layak dan pantas  sebagai manusia, karena memiliki marwah yang harus dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi. Oleh sebab itu, perempuan dan anak tidak layak mendapatkan perlakuan yang diskriminasi dan harus terbebas dari perilaku berbagai bentuk kekerasan. Ini merupakan bagian dari penegakkan Hak Azasi Manusia, yang juga telah diatur oleh undang-undang.

    Hal tersebut terungkap pada kegiatan Obrolan Akamsi Pro4 RRI Kupang, yang disiarkan melalui FM 104.30 MHz, yang dipandu oleh Deliyanti Babo, dengan menghadirkan narasumber, masing-masing Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ruth Diana Laiskodat, S. Si, Apt., M. M., Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) DP3AP2KB Provinsi NTT, France Abednego Tiran, dan Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DP3AP2KB Provinsi NTT, Dr. Nikolaus N. Kewuan, S. Kep., Ns., MPH. bertempat di Studio Pro 4 RRI Kupang, Jalan Cak Doko Kota Kupang, Selasa, 25 Juni 2024.

    Dalam Obrolan Akamsi yang mengangkat topik : Perempuan dan Anak, Layakkah mendapat kekerasan, yang juga disiarkan secara langsung melalui FB Pro4 RRI Kupang, nampak ketiga narasumber antusias untuk menyampaikan ide bahkan berbagi pengalaman yang telah dilakukan oleh DP3AP2KB Probvinsi NTT, dalam melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    “Pasal 1 ayat 15a dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disampaikan bahwa Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat pada timbulnnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan melawan hukum. Jika dikaitkan dengan topik ini, apakah Perempuan dan anak Layak mendapat kekerasan? Jawabannya dengan tegas tentu saja tidak. Mengapa? Karena Perempuan sebagai seorang manusia seorang individu tentu punya hak asasi dan semua manusia tidak layak mendapatkan kekerasan. Terlepas dari perannya sebagai seorang anak, seorang pekerja, seorang IRT ataupun seorang Ibu, Perempuan sebagai seorang individu harus dihormati dan diperlakukan dengan baik sehingga tidak layak mendapatkan kekerasan”, demikian yang diungkap oleh Ruth Laiskodat mengawali obrolan tersebut.

    Menurut Mantan Kadis Kesehatan dan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Ruth Diana Laiskodat bahwa dampak dari kekerasan terhadap hidup seseorang itu tidaklah kecil dan waktu yang pendek, tapi berdampak sepanjang kehidupan orang tersebut dan trauma yang dialami tentu saja akan mempengaruhi dirinya juga ketika Perempuan tersebut menjadi Ibu tentu generational trauma itu sedikit banyak akan berdampak pada caranya dalam menghadapi/merespon/mendidik suami dan anaknya dalam rumah tangga yang kemudian tentu berdampak pada anak-anak kita, generasi penerus bangsa.

    Melengkapi pernyataan dari Kadis P3AP2Kb Provinsi NTT, Kepala Bidang PKA, France Abednego Tiran, menyampaikan bahwa anak-anak akan menjadi disiplin apabila diberi hukuman jika dipukul, dimana orang dewasa ataupun orang tua menganggap bahwa hal sebagai sesuatu yang lumrah dilakukan sebagai bentuk mendisiplinkan anak merupakan anggapan yang keliru dan berbahaya.

    “Berbagai bentuk kekerasan yang diterima oleh anak pasti akan membawa dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, karena dapat berdampak negatif jangka panjang bagi anak, baik secara fisik, mental, maupun emosional, dimana anak dapat mengalami trauma psikis yang akan terbawa hingga dewasa dan dapat membuatnya berperilaku agresif. Banyak kali kita juga sengaja  memperlakukan anak secara diskriminatif, contoh perlakuan kekerasan terhadap anak-anak yang berkebutuhan khusus, karena kita belum bisa menerima keberadaan dari anak-anak tersebut, makanya masih terjadi kekerasan dalam pola asuh kepada anak-anak tersebut, padahal setiap anak harus terbebas dari berbagi bentuk diskriminasi apalagi kekerasan, tanpa memandang latar belakang, status maupun kondisi fisik anak”, urai France Tiran.

    France Tiran menambahkan bahwa mendidik anak memang tidak mudah, dan orang tua sering kali merasa frustrasi ketika anak mereka tidak berperilaku seperti yang diharapkan. Namun, penting untuk diingat bahwa hukuman fisik bukanlah solusi. Dengan menggunakan cara-cara yang lebih positif dan efektif untuk mendisiplinkan anak, orang tua dapat membantu anak mereka tumbuh menjadi individu yang disiplin, bertanggung jawab, dan bahagia.

    Deliyanti Babo sebagai moderator melanjutkan obrolan dengaan menanyakan kepada Kadis P3AP2KB Provinsi NTT : Dengn menanggapi kasus kekerasan pada anak yang masih marak terjadi hingga saat ini, apa langkah yang telah dan akan dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengatasi hal tersebut?

    Kadis P3AP2KB Provinsi NTT menyampaikan bahwa terkait pencegahan kekerasan terhadap anak, maka  Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki bidang khusus yang menjalankan program-program untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak yaitu Bidang Perlindungan Khusus Anak, dimana bidang ini melaksanakan berbagai program untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak, seperti DP3AP2KB goes to school untuk yang tahun iini akan melanjutkan kegiatan tersebut dengan nama DP3AP2KB Provinsi NTT Goes to School and Campus, karena aksi pencegahan tidak saja menyasar anak-anak namun juga bagi kaum perempuan, dengan mendatangi lingkungan sekolah dan kampus untuk melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    “Untuk penanganan kasus kekerasan pada anak, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dimana setiap kasus yang terlapor akan dilakukan pendampingan hingga putusan oleh pengadilan”, jelas Rith Laiskodat.

    Mantan Inspektur Provinsi NTT, Ruth Laiskodat juga menyampaikan bahwa anak-anak yang mendapatkan kekerasan seringkali tidak berani melapor. Hal tersebut disebabkan karena berbagai faktor seperti rasa takut, dimana mereka takut akan konsekuensi yang diterima jika mereka melapor. selain itu juga karena tertekan, dimana anak-anak ditekan oleh pelaku untuk tidak melapor dengan ancaman ataupun intimidasi.

    “Kasus kekerasan terhadap anak diibaratkan seperti fenomena gunung es karena kasus yang sebenarnya jauh lebih tinggi dibandingkan kasus yang terlaporkan. Oleh karena itu, bagaimana cara tepat yang dapat dilakukan agar hal tersebut tidak terjadi?, maka Kadis P3AP2KB Provinsi NTT menyampaikan bahwa mencegah hal tersebut tidak terjadi maka dapat dilakukan dengan menumbuhkan keberanian untuk melapor.

    Ruth Laiskodat menyampaikan bahwa untuk melapor bisa dilakukan dengan cara yaitu bangun Kepercayaan dengan menciptkan lingkungan yang aman dan suportif bagi anak-anak untuk berani melapor. Orang tua, guru, dan orang dewasa di sekitar anak harus menjadi figur yang mudah dijangkau dan dipercaya. Edukasi tentang kekerasan harus terus dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada anak tentang berbagai bentuk kekerasan, hak-hak mereka, dan cara mencari bantuan, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan sesuai dengan usia anak. Sediakan Saluran Pelaporan yang mudah dijangkau.

    “Buatlah berbagai saluran pelaporan yang mudah diakses anak. Pastikan proses pelaporan aman, terjamin kerahasiaannya, dan bebas dari stigma” pinta Ruth Laiskodat.

    Bagaimana dengan Perempuan? Deliyanti Babo, melanjutkan obrolan dengan mengajukan pertanyaan kepada Kadis P3AP2KB Provinsi NTT, Masih banyak orang yang beranggapan bahwa kekerasan terhadap Perempuan itu wajar, apalagi dalam lingkup rumah tangga ketika yang berkonflik adalah suami dan istri. Bagaimana tanggapannya?

    Kadis P3AP2KB Provinsi NTT, Ruth Laiskodat menjawab bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang memprihatinkan karena seharusnya dalam rumah tangga itu saling menyayangi dan melindungi. Ketika pasangan berkonflik dan terjadi KDRT yang menjadi korban bukan saja hanya Perempuan, tetapi anak itu sudah pasti ikut menanggung beban dan terdampak.

    “Menurut data bahwa kekerasan terhadap Perempuan maupun anak paling banyak terjadi dalam lingkup Rumah Tangga dan Pelakunya kebanyakan adalah orangtua, maupun Pasangan (suami/partner yg belum menikah sah tetapi tinggal bersama). Anak-anak ini juga turut menjadi korban dari kekerasan yang dilakukan oleh ayah kepada Ibunya, apalagi ketika Ibunya sudah jadi korban kekerasan fisik, diancam ditelantarkan pula. Hingga terjadi perceraian juga perebutan hak asuh yg tentu saja akan berdampak psikis bagi anak kedepannya”, ungkap Ruth Laiskodat.

    Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DP3AP2KB Provinsi NTT,  Dr. Nikolaus N. Kewuan, S. Kep., Ns., MPH, yang hadir mendampingi Kadis P3AP2KB Provinsi NTT, menambahkan bahwa perjuangan perempuan untuk keluar dari lingkaran kekerasan itu tidak mudah, apalagi jika Perempuan itu tidak berdaya. Dalam kasus sering ditemukan yang menjadi korban itu kebanyakan yang tidak independent secara finansial dan juga tidak independent secara emosional.

    “Ketika sudah ada indikasi kekerasan, perempuan ini tidak bisa serta merta meninggalkan pelaku karena memiliki ketergantungan. Contoh paling banyak istri menjadi korban kekerasan oleh suami tapi tidak mau menyelematkan diri dengan alasan khawatir akan kelangsungan hidup anak/dirinya karena tidak memiliki penghasilan karena selama ini hidupnya bergantung pada pasangan. Oleh karena itu kita juga selalu mendorong agar Perempuan-perempuan untuk dapat berdaya, dengan melakukan strategi untuk menekan kekerasan terhadap Perempuan, yaitu dengan :

    1. Meningkatkan sosialisasi terkait pencegahan kekerasan terhadap Perempuan

    2. Pemberdayaan Perempuan dan pemberdayaan Perempuan korban kekerasan (pasca menjadi korban agar korban bisa berdaya dan bisa terputus/keluar dari lingkungan/situasi yang menjadikannya korban)

    3. Peningkatan pemahaman Masyarakat tentang kekerasan terhadap Perempuan, karena masih banyak yang belum menyadari apa yang mereka lakukan termasuk dalam bentuk kekerasan. Adapun upaya meningkatkan pemahaman ini dilaksanakan melalui sosialisasi-sosialisasi tentang peraturan-peraturan terkait perlindungan Perempuan. Misalnya UU Penghapusan KDRT dan juga UU nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Alangkah baiknya jika Masyarakat dapat memahami jenis-jenis kekerasan, dan ancaman hukumannya agar orang berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Kami juga mendorong APH untuk dapat mulai menerapkan hukuman pada pelaku  dan juga mendorong pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain melauli sosialisasi tatap muka juga melalui KIE yang disebarkan melalui media sosial maupun offline.

    4. Kerjasama lintas sektor untuk memastikan akses dan perlindungan terhadap Perempuan dalam situasi tertentu untuk mencegah terjadinya kekerasan juga memastikan tersedianya layanan penanganan terhadap Perempuan korban kekerasan

    5. Meningkatkan kualitas layanan penanganan korban kekerasan melalui UPTD PPA Provinsi NTT, juga mendorong kab/kota untuk membentuk UPTD PPA untuk dapat memberikan layanan lebih baik, sekaligus menjawab Amanah UU no 12 tahun 2022 tentang TPKS yang mengamanatkan peran UPTD PPA tidak hanya dalam penanganan korban kekerasan melainkan dari pencegahan, pelayanan dan penanganan.

    Selain itu kami juga membuka layanan pengaduan untuk korban kekerasan baik Perempuan maupun anak melalui SAPA 129 atau WA ke 0811 1129 129.”, jelas Niko Kewuan, yang baru saja meraih gelar doktor Bidang Administrasi FISIP Universitas Nusa Cendana Kupang.

    Mengakhiri Obrolan Akamsi Pro4 RRI Kupang yang berlangsung dari pukul 09.00 s.d. 10.00 Wita tersebut, ketiga narasumber berkomitmen untuk terus melakukan upaya pencegahan secara masif dalam semangat kolaborasi pentahelix, agar bisa memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak, karena Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Keluarga Berkualitas, NTT Sejahtera, Indonesia Maju. Dengan demikian perempuan dan anak tidak pantas untuk mendapat dan diskriminasi dan kekerasan, karena perempuan dan anak adalah aset bangsa untuk memajukan bangsa, negara dan Nusa Tenggara Timur. 

    Salam BERLIAN- Bersama Lindungi Anak

    #kemenpppaRI
    #deputiperlindungankhususanak
    #deputiperlindungiperempuan
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #pro4RRIkupang
    #bidangperlindungankhususanak
    #bidangperlindunganperempuan
    #perempuanterlindungi
    #anakjugapunyahak
    #anakterlindungi
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T

  • Peran Pemerintah Daerah Wujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak di NTT

    Peran Pemerintah Daerah Wujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak di NTT

    Teguhkan komitmen dalam semangat kolaborasi wujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak di NTT, menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) untuk Generasi Emas Indonesia

    “Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) merupakan sebuah kebijakan dengan Sistem Pembangunan yang menjamin Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan, dimana tujuan penilaian KLA bukan untuk mendapatkan penghargaan tetapi untuk meningkatkan kualitas perhatian, keberpihakan dan layanan terhadap anak.

    Artinya bahwa KLA adalah kabupaten/kota yang memiliki sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak dan perlindungan terhadap anak. KLA perlu untuk terus dikembangkan berdasarkan pada prinsip non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, hak anak untuk hidup, dan kelangsungan hidupnya,  serta perkembangan anak dan penghargaan terhadap anak”.

    Demikian yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ruth Diana Laiskodat, S.SI., Apt., M. M didampingi Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) DP3AP2KB Provinsi NTT, France Abednego Tiran, SS yang hadir sebagai Narasumber dalam Obrolan AKAMSI PRO4 RRI Kupang dengan topik “ Peran Pemerintah Daerah Wujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak di NTT”, yang dipandu oleh Presenter Daten Radja Haba, pada Selasa, 18 Juni 2024 yang disiarkan melalui Pro 4 RRI Kupang “FM 104.30 MHz” | Aplikasi “RRI Digital” yang dapat didownload di App Store & Play Store | Situs Web: “https: rri.co.id/stream/radio (Box Search: Kupang)”.   

    Mengawali obrolan tersebut, Kadis P3AP2KB Provinsi NTT bersama Kabid PKA menyampaikan selamat merayakan Idul Adha 1445 Hijriah/2024, seraya mengajak semua masyarakat NTT, untuk tetap menjaga toleransi dan kerukunan di NTT dan tetap bersemangat memperjuangkan pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan terhadap anak.

    “Telah jelas amanat dari UUD 1945 Pasal 28 B ayat 2, yang berbunyi : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, Tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari Kekerasan dan Diskriminasi. Untuk itulah pemerintah dan semua pemangku kepentingan harus terus berjuang mewujudkan KLA, karena komitmen dan keberpihakan terhadap terhadap anak pasti akan tercapai, dan nampak pada tercapainya KLA di Indonesia, khususnya di NTT, karena sampai dengan tahun 2023, baru Kabupaten Ngada dan Kota Kupang mencapai KLA pada kategori Pratama. Kita masih haruis bekerja keras untuk bisa naik kelas ke jenjang berikutnya Madya, Nindya, Utama dan KLA, dan saya berharap ini akan berdampak positif pada 19 kabupaten lainnya di NTT untuk bisa berjuang tanpa putus asa memperolah skor penilaian sesuai yang telah ditetapkan oleh KPPPA melalui Tim Verifikasi Mandiri KLA”, urai Ruth Laiskodat.

    Selanjutnya Mantan Kadis Kesehatan dan Dukcapil Provinsi NTT ini juga menambahkan bahwa adapula dasar hukum lainnya yang mendasari penyelenggaraan KLA yaitu : Konvensi Hak Anak, Kepres No 36 Tahun 1990, UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 35 Tahun 2014 (Perubahan UU PA), UU No 17 Tahun 2016 ( Perubahan ke 2 UU PA ), UU No 23 Tahun 2014 (Pemda). Negara, Pemerintah, Pemda, Masyarakat, Keluarga, Orang Tua/wali berkewajiban dan bertanggungjawab dalam penyelengaraan Perlindungan Anak, dengan adanya : Perpres No 25 Tahun 2001 tentang Kebijakan KLA, Permen PPPA No 12 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan KLA, secara teknis KLA diatur dalam Pasal 31 ayat (2) Peraturan Menteri PPPA Nomor 12 Tahun 2022 ttg Penyelenggaraan KLA, Keputusan Menteri PPPA RI Nomor 97 Tahun 2024 Tanggal 30 April 2024 tentang Instrumen Evaluasi KLA di Tingkat Provinsi.

    “Di Indonesia, setiap tahunnya ada penilaian dan penghargaan yang diberikan pada kota/kabupaten layak anak. Nantinya, tim evaluasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian lembaga dan Tim Independen akan mengkategorikannya dalam lima peringkat Pratama, Madya, Nindya, Utama dan KLA. KLA dapat terwujud berkat kerjasama dan komimten seluruh pemangku kepentingan, seperti : Lembaga Legislatif, Lembaga Yudikatif, Lembaga Pemerintah Pusat/Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Masyarakat (Anak, Orang Dewasa dan Keluarga):, ungkap Ruth Laiskodat.

    Dalam paparannya, Ruth Laiskodat yang juga pernah menjabat sebagai Inspektur Daerah Provinsi NTT, mengatakan bahwa dalam penilaian KLA terdapat unsur kelembagaan, dengan lima kluster yang terurai padalam 24 indikator penilaian, dimana kelima kluster tersebut adalah : Hak Sipil dan Kebebasan, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Pendidikan Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya dan Perlindungan Khusus.   

    “Penguatan Kelembagaan melalui tersedianya peraturan atau kebijakan daerah tentang kabupaten/kota layak anak, keterlibatan lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media massa dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak. Hak sipil dan kebebasan : Persentase anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran, tersedia fasilitas informasi layak anak, dan terlembaganya partisipasi anak. Hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif : Persentase perkawinan anak, tersedia lembaga konsultasi penyedia layanan pengasuhan anak bagi orang tua/keluarga, persentase lembaga pengasuhan alternatif terstandarisasi, dan tersedia infrastruktur (sarana dan prasana) di ruang publik yang ramah anak. Hak kesehatan dasar dan kesejahteraan : Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, prevalensi status gizi balita, persentase cakupan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) usia di bawah 2 tahun, persentase fasilitas pelayanan kesehatan dengan pelayanan ramah anak, persentase rumah tangga dengan akses air minum dan sanitasi yang layak, dan ketersediaan kawasan tanpa rokok. Hak pendidikan dan kegiatan seni budaya : Persentase Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI), persentase Wajib Belajar 12 Tahun, persentase Sekolah Ramah Anak (SRA), tersedia fasilitas untuk kegiatan budaya, kreativitas, dan rekreatif yang ramah anak. Hak Perlindungan khusus :Anak korban kekerasan dan penelantaran yang terlayani, persentase anak yang dibebaskan dari Pekerja Anak (PA) dan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA), anak korban pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV/AIDS yang terlayani, anak korban bencana dan konflik yang terlayani, anak penyandang disabilitas, kelompok minoritas dan terisolasi yang terlayani, kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) (khusus pelaku) yang terselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif dan diversi, anak korban jaringan terorisme yang terlayani, dan anak korban stigmatisasi akibat pelabelan terkait kondisi orang tuanya yang terlayani. Dan dari semua indikatir yang harus dicapai dalam lima kluster tersebut harus disertai bukti dukung yang dilampirkan harus respresentatif, tidak sekedar mengisi matriks. Bukti dukung yang dilampirkan yang paling penting”, jelas Ruth Laiskkodat.

    Pada bagian lain, France Tiran selaku Kabid PKA melengkapi apa yang telah diuraikan oleh Kadis P3AP2KB Provinsi NTT bahwa diperlukan sinergitas program yang beririsan antar Kementerian/Lembaga, agar KLA saat dijalankan di daerah dapat saling melengkapi satu sama lain dan tidak tunmpang tindih.

    “Setiap Kementerian/Lembaga dalam Rencana Aksi Nasional dapat terlibat aktif pula dalam penyelenggaraan evaluasi KLA dan menjadikan hasil evaluasi tersebut sebagai rekomendasi bagi Kementerian/Lembaga dalam mengupayakan kebijakan, program maupun penganggaran di daerah, termasuk di NTT”, jelas France Tiran.

    Menutup obrolan tersebut, Ruth Laiskodat bersama France Tiran menegaskan untuk bisa saling menguatkan komitmen kolaborasi Kementerian/Lembaga dalam menjalankan program-program yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak melalui KLA. Penguatan komitmen kerja sama tersebut harus dapat diteruskan sampai ke perangkat daerah maupun Unit Layanan Teknis lainnya, agar semua pihak dapat terlibat aktif dalam pembangunan guna mewujudkan KLA di setiap kabupaten/kota di NTT.

    Salam BERLIAN – BERSAMA LINDUNGI ANAK

    #kemenpppaRI
    #deputipemenuhanhakanak
    #deputiperlindungankhususanak
    #dp3ap2kbprovinsintt
    #pro4rrikupang
    #anakperludilindungi
    #nttsejahtera
    #menujuindonesiaemas
    #MC_F@T