Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Pemberdayaan Perempuan

Dalam setiap kejadian bencana, 75% dari masyarakat terdampak adalah populasi kelompok rentan antara lain perempuan, anak, remaja, lansia, disabilitas. Populasi- populasi ini sangat rentan mengalami kekerasan. Hal ini terjadi karena dalam situasi normal saja, perempuan dan anak sudah banyak mengalami kekerasan. Dalam konteks darurat dan pasca bencana, kehilangan wilayah kelola dalam rumah tangga karena bencana merupakan hal yang sulit untuk perempuan. Kondisi tersebut seringkali mengakibatkan dampak psikologis dan fisik. Perempuan tak jarang menjadi tidak berdaya dan mulai ketergantungan kepada orang lain dalam situasi seperti ini karena relasi kuasa dan tidak adanya suara dalam pengambilan keputusan. Setelah bencana, perempuan juga sering mengalami peningkatan beban kerja serta tekanan kehidupan dalam upaya pemenuhan hak atas keamanan, kesehatan dan kebutuhan dasar di situasi yang sulit. Ketidakberdayaan ekonomi pasca bencana menuntut perempuan untuk beradaptasi dengan memiliki beban berlipat yaitu untuk bekerja di luar rumah, mengikuti kegiatan kemasyarakatan dan sekaligus mengurus urusan domestik. Secara psikologis, perempuan tak jarang mengalami trauma karena bencana seperti rasa takut dan cemas yang akut, rasa sedih dan bersalah kronis serta munculnya perasaan hampa. Dalam situasi bencana, dibutuhkan data terpilah. Selain itu koordinasi lintas sektor dan lintas program menjadi kunci keberhasilan.

Hal tersebut terungkap pada kegiatan “Penguatan Kapasitas Lanjutan Bagi Anggota Sub Klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Pemberdayaan Perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur” yang diselenggarakan oleh Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan-Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia pada tanggal 17 – 18 Juli 2024 di Hotel Amaris Kupang dan dihadiri oleh  Anggota Sub Klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Pemberdayaan Perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kegiatan penguatan sub klaster PP KBG PP ini dibuka oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur: Dra. Flouri Rita Wuisan, MM yang mewakili Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Timur: Ayodhia G. L. Kalake, SH.MDC pada Rabu, 17-7-2024. Dalam sambutannya, Asisten Perekonomian dan Pembangunan mengatakan bahwa Indonesia terletak pada posisi geografis yang strategis yaitu di antara 2 (dua) benua dan 2 (dua) samudera serta berada di titik pertemuan dua lempeng Pasifik dan Hindia sehingga membuat Indonesia rentan mengalami bencana alam. Menurut data yang diperoleh dari situs resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak Januari sampai minggu kedua Juli 2024 tercatat 891 bencana di Indonesia yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, cuaca ekstrim, tanah longsor, gempa di berbagai daerah. Korban dari kejadian-kejadian tersebut antara lain 267 korban meninggal dunia; 3.890.547 orang menderita dan mengungsi; 26.874 rumah rusak dan 728 fasilitas rusak. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak Januari sampai minggu kedua Juli 2024 tercatat 12 kejadian bencana berupa tanah longsor, banjir, cuaca ekstrim, erupsi gunung api yang menelan korban meninggal sebanyak 14 orang, 5 orang hilang, 41 rumah rusak, 1 fasilitas umum rusak dan 1568 rumah terendam banjir. Dalam situasi bencana, dibutuhkan data terpilah, koordinasi lintas sektor dan lintas program karena urusan bencana merupakan urusan bersama.

Setelah pembukaan, kegiatan pada hari pertama ini dilanjutkan dengan menghadirkan narasumber 1). Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Eni Widiyanti, SE, Mse) dengan topik Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Situasi Bencana; 2). Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi NTT (Ir. Kornelis Wadu, M.Si) dengan topik Update Situasi Kebencanaan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2024 dan Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh BPPD dalam mengarusutamakan gender dalam penanggulangan bencana di NTT); 3). Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi NTT (Ruth Diana Laiskodat, S.Si, Apt. MM) dengan topik Update Situasi Kekerasan di Provinsi NTT dan Upaya yang telah dilakukan oleh DP3A dalam memastikan perlindungan perempuan dan anak dalam situasi bencana di Provinsi NTT; 4). Humanitarian  Programme  Analyst  UNFPA  (Elisabeth  Sidabutar)  dengan  topik Pengantar GBV risks assesment dan safety audit; Laporan pembelajaran dari RGA/SA di 5 Daerah Bencana; 5). Data and GIS Analyst UNFPA (Narwawi Pramudhiarta) dengan topik Pengantar Data Terpilah Pengungsi.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan–Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Eni Widiyanti, SE, Mse) dalam paparannya mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung es. Bencana meningkatan kekrasan berbasis gender, antara lain: pelecehan seksual, kekerasan seksual dan perkosaan; kekerasan fisik; perdagangan orang; kekerasan oleh pasangan; praktik-praktik berbahaya termasuk pernikahan usia muda dan nikah paksa.Dalam situasi bencana, kerentanan perempuan mengalami peningkatan kekerasan berbasis gender (KBG) karena terpisah dari keluarga; akses perlindungan, layanan kesehatan, pendidikan, keamanan terganggu/tidak berfungsi; sistem dukungan masyarakat tidak berfungsi; meningkatnya kehadiran orang asing (pemberi bantuan, sesama pengungsi, militer).

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi NTT (Ir. Kornelis Wadu, M.Si) dalam paparannya mengatakan bahwa total bencana di Provinsi NTT sampai 30 Juni 2024 sebanyak 81 kejadian dengan rincian erupsi gunung api 1 kejadian, kekeringan 2 kejadian, banjir 27 kejadian, tanah longsor 14 kejadian, cuaca ekstrem 33 kejadian, gelombang pasang dan abrasi 4 kejadian.Pengarusutamaan GEDSI (gender, equity, diability, social inclusion) dengan memberikan prioritas perlindungan kepada kelompok rentan yaitu bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang disabilitas dan lansia berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi NTT (Ruth Diana Laiskodat, S.Si, Apt. MM) dalam paparannya mengatakan bahwa resiko kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam situasi bencana berkaitan dengan indeks ketahanan keluarga paling rendah ketiga pada komponen ketahanan sosial psikologi. Kendala yang sering dihadapi dalam situasi bencana antara lain tidak ada data terpilah sehingga sulit mengidentifikasi kebutuhan khusus/spesifik perempuan dan anak. Data terpilah dapat dimanfaatkan untuk menyesuaikan kebutuhan tenda/ruangan terpisah, tenda ramah perempuan dan anak, kebutuhan toilet, paket higyene/dignity kit, dll yang terkait dengan kebutuhan spesifik perempuan dan anak serta kebutuhan pemberdayaan setelah bencana seperti keberlanjutan sekolah dan pemulihan ekonomi perempuan sebagai upaya pencegahan perkawinan anak/perkawinan paksa/TPPO/eksploitasi.

Humanitarian Programme Analyst UNFPA (Elisabeth Sidabutar) dengan topik Pengantar GBV risks assesment dan safety audit menyatakan bahwa tujuan dari kaji cepat risiko KBG dan audit keamanan/keselamatan adalah untuk mengidentifikasi: hambatan dalam mengakses bantuan kemanusiaan dan layanan; risiko kekerasan berbasis gender, termasuk eksploitasi seksual dan pelecehan; strategi mitigasi risiko. Dengan adanya temuan dan analisis hasil RGA: pengelola program dapat melakukan intervensi mitigasi risiko KBG untuk mengurangi paparan terhadap KBG; memastikan bahwa tindakan dan layanan respons kemanusiaan itu sendiri tidak memperburuk keadaan atau meningkatkan risiko kekerasan.

Kegiatan hari kedua (18-7-2024) dengan menghadirkan narasumber dari Yayasan Kerti Praja (Dinar Lubis, SKM, MPH, PhD) dengan topik Rapid Gender Based Violence Assesment (RGA)/SA Tools berupa pengantar data terpilah pengungsi dan praktik pendataan pilah menggunakan aplikasi   yang bertujuan untuk menilai risiko KBG di pengungsian pasca bencana; menilai keamanan lokasi pengungsian pasca bencana; mengidentifikasi akses layanan KBG di tempat pengungsian. Selanjutnya kegiatan “Penguatan Kapasitas Lanjutan Bagi Anggota Sub Klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Pemberdayaan Perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur” ditutup secara resmi oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTT (Ruth Diana Laiskodat, S.Si, Apt. MM). Dalam sambutannya, Kepala Dinas P3AP2KB mengatakan bahwa Pemerintah dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Nusa Tenggara Timur (DP3AP2KB) yang merupakan representasi pemerintah yang berada di daerah, berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan dan program-program yang mendukung pencegahan kekerasan terhadap Perempuan dan anak. Kita tidak bisa mengabaikan masalah ini. Setiap perempuan dan berhak mendapatkan perlindungan  dan hidup  dalam  keadaan yang aman termasuk dalam situasi bencana.

Stop Kekerasan pada Perempuan dan Anak

#kemenpppaRI
#deputiperlindunganhakperempuan
#dp3ap2kbprovinsintt
#bidangperlindunganperempuan
#bidangkualitashidupperempuan
#bidangperlindungankhususanak
#perempuanterlindungi
#anakterlindungi
#menujuindonesiaemas
Bagikan kepada..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *